Senin, 23 Juli 2012

My Rival Is My Love Part 1B

Diposting oleh Unknown di 7/23/2012 09:36:00 AM

 “Terima kasih atas pujiannya, tapi sayang banget, saya nggak mempan sama rayuan gombal. Kamu harus tahu, ini bukan tempat pelatihan buat pelawak atau badut. Kalau kamu mau jadi pelawak atau badut, kamu salah tempat. Kamu mesti bilang sama orangtua kamu untuk segera memindahkan kamu dari sekolah ini. Sekolah ini nggak butuh manusia konyol kayak kamu!” jelas Morgan dengan nada pedas.
“Saya nggak pernah berminat jadi badut atau pelawak, Kak. Saya cuma ingin jadi... pacar Kakak.”
“kamu kira kamu itu lucu, apa?!” benta Morgan.
“Sama sekali nggak lucu, Kak, tapi ada juga sih orang yang bilang kalau saya lucu dan manis,” jawab cewek itu sambil tetap tersenyum manis.
“Kalau begitu, orang-orang yang menganggap kamu lucu itu adalah manusia-manusia semprul kayak kamu!” maki Morgan.
“Wah, kalau itu sih saya nggak tahu, Kak.”
“Udah, Gan... periksa perlengkapannya aja dulu,” saran Rafael.
Morgan menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Benar kata Bisma, cewek di hadapannya ini aneh. Morgan juga nggak tahu apakah cewek itu bermaksud cari-cari masalah atau bukan. Semua masih nggak jelas.
“Keluarin semua perlengkapan yang harus kamu bawa hari ini!” perintah Rafael.
Cewek itu menurut. Dia mengeluarkan berbagai macam barang dari dalam tasnya. Rafael mulai memeriksanya satu per satu. Semuanya lengkap, nggak ada yang kurang.
“Tunggu dulu! Kalung apa yang kamu pakai itu?” tanya Morgan sambil menunjuk kalung yang menggantung di leher cewek itu. “Bukannya yang disuruh itu kalung dari jengkol?”
“Oh... begini, Kak, ceritanya. Saya udah suruh pembantu saya beli jengkol buat dibikin kalung. Tapi dia salah pengertian. Dia kira saya lagi pengin makan semur jengkol. Jadinya jengkolnya dimasak deh sama dia. Tapi saya nggak bisa marah, soalnya semur jengkol buata pembantu saya itu emang enak banget. Berhubung yang ada di rumah tinggal pete, ya udah saya bikin aja dari pete. Gitu Kak ceritanya.”
Rafael berdiri di samping Morgan sambil berusaha mengulum tawa. Gaya bicara si Semprul ini memang asli lucu. Mimik mukanya yang innocent bikin orang yang mendengar ceritanya mau nggak mau jadi percaya. Tapi itu nggak berlaku buat Morgan.
“Kamu pikir saya percaya sama cerita kamu itu?” tanya Morgan.
“Harus percaya, Kak, karena saya memang jujur kok. Apa muka saya kayak muka penipu? Nggak, kan? Kalau mau, Kakak boleh tanya sama pembantu saya di rumah... atau saya suruh dia bikin semur jengkol lagi buat Kakak. Saya yakin, kalau Kakak udah mencicipinya sedikit saja, Kakak juga nggak akan bisa marah sama pembantu saya itu.”
 “Saya nggak peduli dan jangan coba-coba mempermainkan saya...! Sekarang juga saya minta kamu push-up tiga puluh kali!” perintah Morgan.
Push-up, Kak?” tanya cowok itu.
“Iya. Cepat!” bentak Morgan. Suaranya yang keras membuat semua mata memandang ke arahnya.
Cewek itu tersenyum manis lalu berkata, “Kalau Kakak yang suruh, apa pun akan saya lakukan.” Dia meletakkan tasnya di tanah dan mulai mengambil posisi push-up. Lalu perlahan dia mulai push-up di bawah hitungan Morgan.
@(^-^)@
“Oke, semuanya!” perintah Bisma yang menempatkan diri di tengah aula. “Bikin lingkaran besar!”
Anak-anak baru itu mulai bergerak dan membuat lingkaran sesuai perintah senior mereka.
“Woi, pada tau lingkaran besar nggak sih!” bentak Reza. “Atau masih kayak anak TK, bikin lingkarannya harus sambil pakai nyanyian baru ngerti?!”
“Yang di sana!” seru Rafael, “bikin lingkaran besar ya, bukan malah ngumpul dan ngobrol sendiri!”
Teriakan demi teriakan bergema di seluruh aula. Seandainya saja boleh, anak-anak kelas satu itu pasti akan sangat berterima kasih bila diizinkan menyumpal telinga mereka dengan kapas. Padahal mereka udah sebisa mungkin melaksanakan perintah kakak-kakak senior itu dengan baik. Tapi tetap aja ada yang salah.
“Kamu yang kecil kayak tuyul!” teriak Dicky. “Jangan malah mendem di pojok. Nanti kalau kamu ilang digondol jin bisa bikin repot, tau!”
Tawa anak-anak meledak.
“Siapa yang suruh ketawa!” bentak Ilham. “Keterlaluan sekali kalian, ngetawain teman sendiri!”
Aula mendadak sunyi senyap. Nggak ada yang berani bersuara apalagi ketawa.
“Oke, sekarang semuanya dengar baik-baik!” suara Rangga memecah keheningan. “Tadi pagi kalian telah diminta untuk mengumpulkan surat cinta dan surat benci untuk kakak senior kalian kepada wali kelas masing-masing....
“Tapi ada satu surat yang rasanya aneh dan saya mau pengirim surat itu maju ke tengah lingkaran,” lanjut Rangga. “Shareen Falencya dari kelas 1 D.”
Cewek yang namanya disebut itu celingak-celinguk nggak jelas. Dan setelah tubuhnya didorong oleh teman-temannya, dia pun maju ke tengah lingkaran.
“Kamu yang namanya Shareen Falencya?” tanya Dicky begitu Shareen sudah berdiri di hadapannya.
“Iya, Kak,” jawab cewek itu sambil cengengesan dan garuk-garuk kepala.
 “Kenapa kamu garuk-garuk kepala?” tanya Dicky ketus. “Ketombean, atau memang kamu keturunan monyet?”
Weits, kasar!
“Ih, Kakak kok ngomongnya gitu sih?” jawab Dicky. “Saya kan cuma sedikit salting karena harus berdiri di tengah-tengah orang banyak gini. Kesannya kayak lagi jumpa fans gitu deh. Mmm... Kakak mau minta tanda tangan saya?”
Anak-anak kembali tertawa.
“Diam semuanya!” bentak Bisma.
Ruangan kembali hening.
Reza maju mendekati Shareen. “Lo mau ngelawan ya?!”
Shareen menggeleng sambil tersenyum.
Rafael buru-buru menarik Reza. Dia nggak mau sampai terjadi keributan. “Sabar, Za, dia emang rada aneh. Cocok sama nama julukannya: Semprul. Tadi dia habis kena hukuman push-up lagi dari Morgan. Tapi kelihatannya dia nggak berniat melawan kok.”
Reza menurut meski dengan setengah hati.
Kali ini giliran Ilham yang maju dan mendekati Shareen dengan sepucuk surat di tangannya.
“Dengar baik-baik, Shareen Falencya!” seru Ilham. “Kamu diperintahkan untuk menulis surat cinta dan surat benci. Tapi kenapa yang kamu kumpulkan cuma satu surat doang?”
“Ooo... itu karena di dalamnya udah lengkap terdapat ungkapan cinta dan ungkapan benci untuk pangeran yang telah menawan hati saya.”
“Oke kalau begitu,” kata Ilham. “Sekarang saya minta kamu bacakan surat yang udah kamu tulis ini dengan suara lantang.”
Semua pengurus OSIS yang berkumpul di tengah lingkaran bertepuk tangan dan berteriak riuh. Cuma Morgan yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan tampangnya manyun luar biasa.
“Tapi, Kak, surat ini nggak bisa saya bacakan,” sahut Shareen.
“Kenapa?” Ilham bertanya. “Kamu malu?”
“Bukan, Kak,” jawab Shareen. “Tapi surat ini harus dinyanyikan.”
“Dinyanyikan?” Ilham jadi heran.
Shareen mengangguk. “Karena surat ini adalah lagu cinta. Jadi akan menjadi lebih indah dan bermakna apabila dinyanyikan.”
“Kalau begitu ya nyanyikan aja,” celetuk Bisma.
“Mmm... boleh nggak kalau saya menyanyikannya sambil memainkan piano itu?” Shareen meminta izin sambil menunjuk ke arah piano yang ada di depan aula.
Piano itu memang selalu berada di situ. Biasanya sih digunakan saat ada acara-acara sekolah yang membutuhkan iringan musik.
“Boleh aja kalau kamu memang bisa,” jawab Dicky.
Shareen tersenyum simpul lalu berjalan mendekati piano itu. Dia duduk dan membuka tutup piano, lalu menempatkan jemarinya di atas deretan tuts berwarna hitam dan putih itu.
Beberapa anggota OSIS berjalan mendekat dan memasang mikrofon di dekat piano. Mereka juga memberikan mikrofon kecil yang kemudian dipasang di kerah baju Sareen agar suara Shareen dapat terdengar ke seluruh sudut aula.
“Tes... tes... satu dua tiga...,” shareen mencoba mikrofonnya. “Oke, lagu sederhana ini saya persembahkan kepada seorang cowok yang telah membuat saya jatuh cinta. Handi Morgan Winata alias Kak Morgan.”
Tepuk tangan memenuhi aula. Ada yang berteriak, ada yang bersiul, bahkan ada yang melompat-lompat nggak jelas.
Morgan merengut kesal. Dia beranjak hendak meninggalkan aula, tapi teman-temannya langsung mencegat langkahnya. Morgan pun mengurungkan niatnya. Dia cuma bisa berdiri diam dengan tampang jutek. Jelas banget niat teman-temannya pengin ngerjain dia. Soalnya, di antara surat-surat yang diterima wali kelas satu, cuma ada satu surat cinta yang ditujukan untuk Morgan. Ya surat dari shareen ini. Selebihnya Morgan cuma menerima setumpuk surat benci.
Selama MOS berlangsung, Morgan menjadi senior yang paling ditakuti. Dia nggak terlalu suka ngomel atau ngebentak-bentak, tapi kalau udah bersuara nyeremin banget. Dia juga yang paling tega ngasih hukuman lari sepuluh kali keliling lapangan. Kalau ngomong pedesnya minta ampun. Dan sorot matanya itu lho, tajam banget. Nggak ada satu pun junior yang nggak disiplin bisa lolos dari cengkeraman Morgan. Bagi morgan, nggak ada tuh yang namanya kompromi. Senior lain sih ada juga yang galak, tapi nggak ada yang semenakutkan Morgan.
Nada-nada yang mengalun dari piano membuat semua orang terdiam. Shareen memainkan jemarinya di atas piano sambil tersenyum menatap Morgan. Morgan buang muka. Tapi Shareen tetap menatapnya, melantunkan lagu cinta dari bibirnya.
Ketika pagi datang
Ku tak pernah mengira
Kan bertemu denganmu
Di depan sekolahku
Jantungku pun berdetak
Sungguh sangat cepatnya
Dan ku tahu ku tlah jatuh cinta
Ketika malam datang
Sepi yang kurasakan
Tanpamu di sisiku
Galau selimuti kalbu
Ingin ku membencimu
www.rajaebookgratis.com
Karna kaucuri hatiku
Dan buatku tergila-gila
Tuk mencintaimu
Reff :
Percayalah sayangku
Kan kubawa kau ke surga
Ku berjanji padamu
Takkan meninggalkanmu
Meskipun dunia tak inginkan dirimu
Ku akan slalu di sisimu
Tepuk tangan membahana di seluruh sudut aula. Sorakan riuh rendah menutup pertunjukan singkat Shareen. Shareen berdiri dan berjalan ke sisi kanan piano. Sambil tersenyum lebar dia membungkukkan badannya berulang kali layaknya selebriti yang habis ngadain konser. Ia melambaikan tangannya dan meniupkan ciuman ke sekelilingnya. Gelak tawa, sorakan, siulan, dan tepuk tangan terus mengalir.
“Diam semuanya!” bentakan Morgan yang tiba-tiba membuat seisi aula mendadak hening. Anak-anak terdiam karena kaget.
Dikcy mendekati morgan lalu berbisik heran, “Kenapa sih, Gan?”
Morgan nggak menjawab. Dia malah berjalan mendekati shareen yang masih berdiri di sisi piano sambil tersenyum.
“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Morgan sinis.
“Karena Kakak ganteng,” Morgan langsung menjawab tanpa ragu.
Suit... suit...! Siulan terdengar dari arah anak-anak kelas satu yang sedang berdiri.
“Siapa yang bersiul?” tanya Morgan dengan suara keras dan tegas. Matanya melotot ke arah asal suara.
Hening. Nggak ada yang berani ngaku.
Morgan kembali menatap Shareen yang masih berdiri dan tersenyum di depannya.
“Apa lagu itu kamu ciptakan buat saya?” kali ini suara Morgan terdengar lebih halus.
Shareen mengangguk. “Iya, lagu itu saya ciptakan khusus untuk Kakak.”
“Kalau begitu saya sarankan, jangan pernah kamu menyanyikan lagu itu di sekolah ini,” kata Morgan dengan nada mengancam. “Lebih baik kamu nyanyi di bus kota aja, itung-itung bisa dapat uang saku ekstra. Karena kalau kamu berani menyanyikan lagu itu di sekolah ini lagi, saya tidak akan memberikan kamu uang recehan, tapi air comberan!”
“Kok gitu sih, Kak?” tanya Shareen. “Padahal Indra Lesmana pernah memuji suara saya loh waktu saya ikut audisi Indonesian Idol 1. Katanya suara saya khas dan unik. Teknik falseto saya juga top. Tapi sayangnya, waktu itu saya mundur gara-
gara takut Delon merasa tersaingi deh saya. Maklumlah, saya ini orangnya suka nggak enakan.”
Tawa kembali meledak. Para senior alias anggota OSIS berusaha sebisa mungkin mengulum tawa. Bagaimanapun Morgan kan ketua mereka. Kalau mereka ikut tertawa, itu sama aja mereka ngetawain Morgan.
Morgan benar-benar keki. Kalau saat ini bukan acara MOS, Morgan yakin tinjunya sudah bersarang di wajah cewek jayus ini.
“Semua diam!” bentak Morgan kesal. “Dan kamu... kembali ke kelompok kamu!”
Kayaknya, cewek satu ini akan benar-benar mengusik kehidupan Morgan.




====TBC==== 
No Bully -
No Copas -
Maaf kalau jelek...........

0 komentar on "My Rival Is My Love Part 1B"

Posting Komentar

 

DUNIA IDOLA CILIK Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Provided By Free Blogger Templates | Freethemes4all.com

Free Website templatesSEO Web Design Agencyfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates