Hay readers khususnya ICILOVERS,kali ini aku posting cerbung Pacarku Juniorku versinya ICIL nih. Kalau mau yang versi aslinya karya Mbak Valeria Verawati klik link #ini ...
Yaudah deh ,, ga usah kebanyakan babibu ...
Cekidothhh.
^
^
^
^
Rio berdiri
di samping Gabriel sambil menyisir rambutnya yang berdiri kayak
duri landak
dengan jari-jarinya.
“Yel, pokoknya kalo anak-anak baru itu udah
pada datang, lo mesti ngeluarin
seluruh
kemampuan lo buat bikin mereka takut,” ujarnya bak perwira yang sedang
memerintah
anak buahnya.
“Iya, gue tahu,” respons Gabriel singkat.
Cowok bersuara merdu itu berdiri tegak
sambil
celingak-celinguk memerhatikan gerbang sekolah.
Udara pagi itu masih terasa agak lembap.
Jalanan masih basah bekas diguyur
hujan subuh
tadi. Tapi beberapa anak yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra
Sekolah SMA
Idola Bangsa udah pada kumpul di sekolah sejak jam 06.00 dengan
semangat
2014. Nggak ada seorang pun yang pasang tampang lemas. Apalagi Gabriel Stevent
Demanik, yang lebih beken dengan panggilan “Iyel” (padahal itu nama kecilnya
loh!),
cowok
bersuara merdu berambut cepak yang udah hampir setahun ini memegang jabatan
ketua OSIS.
Dia udah tiba di sekolah sejak jam 05.30, waktu hujan masih dengan
riangnya
menyiram tanah pertiwi dan gerbang sekolah belum dibuka oleh Pak
Kosim, si
penjaga sekolah.
Hari ini adalah hari pertama MOS (Masa
Orientasi Siswa) buat anak-anak kelas
1 yang
untuk pertama kali mengenakan seragam putih abu-abunya. MOS ini
sebenarnya
diciptakan untuk mengakrabkan para guru dengan siswa baru, kakak-
kakak kelas
dengan junior-juniornya, juga sarana untuk memperkenalkan siswa
baru pada
lingkungan sekolah dan program-program sekolah. Tapi bagi beberapa
anggota
OSIS, terkadang MOS disalahgunakan. Di balik tujuan baik
penyelenggaraan
MOS ini sering kali ada maksud terselubung, yaitu balas dendam.
Sudah menjadi tradisi turun-temurun bahwa
selama MOS yang diadakan tiga
hari ini, para anggota OSIS punya wewenang untuk “mengatur” adik-adik kelas
mereka yang
baru. Katanya sih biar para siswa baru itu punya mental kuat untuk
menghadapi
kerasnya dunia SMA kelak, juga biar mereka bisa menanggalkan sifat
manja yang
masih mereka bawa dari lingkungan SMP. Tapi sebenarnya tetap saja
balas
dendam menjadi tujuan utama para senior ini. Apalagi buat yang sudah di kelas
3, MOS kali ini kan merupakan MOS terakhir buat mereka. Kapan
lagi punya
kesempatan bentak-bentak dan ngerjain orang tanpa perlu takut dibalas?
“Eh, Yo, anak-anak udah pada siap di posisi
masing-masing?” tanya Iyel.
Rio menganggukkan kepalanya sambil berkata,
“Lo tenang aja, semua udah
stand by di
tempat masing-masing.”
Iyel manggut-manggut. Kepalanya masih sibuk
bergerak dan matanya terus
memantau
gerbang sekolah tanpa berkedip.
“Itu mangsa kita udah datang!” seru Iyel
senang. Bibirnya merekah
memperlihatkan
gigi yang nangkring di gusinya.
“Mana... mana...?” Rio maju beberapa langkah
sambil melihat ke arah
gerbang
sekolah. “Iya... benar. Mereka udah datang.”
“Siapa aja yang bertugas menjaga gerbang dan
memeriksa kelengkapan atribut
anak-anak
baru itu?” tanya Gabriel.
“Mmm... Ozy, Cakka,Alvin... sama satu lagi...
si Sion."
Gabriel tersenyum puas. Empat orang yang baru
saja disebut Rio adalah anak
buah
kesayangannya. Soalnya selain bertampang sangar, mereka juga tegas,
bermulut
pedas, dan pantang disogok. Gabriel yakin lima orang itu akan melaksanakan
tugas
mereka dengan sangat baik.
@(^-^)@
“Woi, jalannya lelet banget sih? Keturunan siput
semua, ya?!” Ozy meneriaki
segerombolan
anak yang berjalan kaki ke arah gerbang sekolah.
Penampilan anak-anak itu terlihat sangat
unik. Mereka memakai topi yang
terbuat
dari batok kelapa yang dibelah menjadi dua dengan warna yang berbeda-
beda. Di atas batok kelapa itu ditempeli bulu-bulu
ayam yang disusun berjajar
sehingga
membentuk kipas. Selain itu mereka juga mengenakan kalung dari jengkol
dan pada kalung
itu digantung karton putih yang bertuliskan nama julukan mereka.
Buat siswa
perempuan, rambut mereka dikucir kecil-kecil dan diikat pita berwarna
senada
dengan topi mereka. Tas yang menggantung
di punggung terbuat dari
sarung
bantal yang nggak tahu gimana caranya bisa disulap jadi ransel. Benar-benar
pemandangan
yang begitu menarik perhatian. Lucu banget!
“Woi, anak siput! Kalau dalam hitungan ketiga
kalian belum juga sampai di
hadapan
saya, saya suruh kalian lompat kodok dari situ!” ancam Cakka.
“Satu...!” Cakka mulai menghitung.
Gerombolan anak-anak itu bergegas berlari
menuju kakak-kakak kelas mereka
dengan
wajah ketakutan.
“Tiga...! Cepat lompat kodok semuanya!”
bentak Cakka.
Para siswa
baru itu pada bengong. Perasaan tadi baru hitungan kesatu, kok
sekarang
udah tiga. Duanya dikemanain? Bukannya tetap berlari, mereka malah
berhenti
dan pasang tampang blo‟on.
“Kalian ngerti lompat kodok nggak sih? Cepat
lompat kodok dari situ!” Sion
ikut
bentak-bentak.
Suara dan tampang Sion yang nyeremin bikin
anak-anak baru itu langsung
jongkok dan
mulai melompat kayak kodok. Mereka meletakkan kedua tangan di
belakang
kepala dan mulai melompat dengan kedua kaki.
“Semuanya lompat sambil ikutin nyanyian saya
ya! Harus yang keras!” perintah
Alvin yang
berdiri di depan barisan anak-anak yang mulai melompat.
Alvin memimpin barisan sambil bernyanyi,
“Kodok ngorek kodok ngorek... ngorek di
pinggir
kali. Teot tet blung teot tet blung... teot teot tet blung.”
Anak-anak yang melompat di belakangnya ikut
bernyanyi mengikuti Alvin.
Warga yang
tinggal di sekitar gedung sekolah serentak keluar dari rumah masing-
masing
karena mendengar keramaian yang terasa sangat aneh. Para pengguna jalan
juga
berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan itu. Sebagian besar dari
mereka
tersenyum dan berusaha mengulum tawa, tapi ada juga sekelompok ibu-ibu
yang
mengumpat karena merasa kegiatan ini konyol dan nggak ada gunanya.
Namun apa mau dikata, ini kan tradisi
turun-temurun. Lagi pula tradisi ini,
walaupun
kelihatannya agak kejam, nggak pernah sampai menimbulkan korban
jiwa kok.
Malah biasanya membawa keuntungan tersendiri. Misalnya, pernah ada
orangtua
murid yang datang ke sekolah untuk berterima kasih, karena anak mereka
yang pemalu
dan pendiam, setelah digojlok lewat program MOS selama tiga hari,
anak itu
malah bisa lebih terbuka dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang
baru.
Dan efek positif yang lain, selesai MOS,
anak-anak baru bisa langsung akrab
dengan kakak
kelas. Malah terkadang ada yang terlibat cinlok alias cinta lokasi.
Makanya
sampai sekarang, di saat tradisi MOS mulai dihapus di beberapa sekolah,
SMA Idola
Bangsa tetap mempertahankannya.
“Nyanyinya yang keras dong! Mana suaranya!”
bentak Ozy. “Yang udah
sampai di
hadapan kakak yang rambutnya jabrik itu langsung berdiri dan buat
barisan.”
Sion, yang tahu bahwa dirinyalah yang
dimaksud Ozy, langsung mengambil
posisi dan
mengatur beberapa anak yang sudah sampai di hadapannya.
“Kalian yang baru datang, langsung lompat
kodok dan ikutan nyanyi!” seru
Sion kepada
sekelompok anak yang baru saja tiba.
“Hei! Kamu ngapain lompat kayak gitu?” tegur
Cakka dengan mata melotot ke
arah
seorang cewekk yang sedang asyik melompat dengan kedua tangan terjulur ke
depan,
bukan di belakang kepala.
“Saya, Kak?” tanya cewek itu dengan tampang
heran.
“Iya,
kamu!” Cakka membaca karton nama yang menggantung di leher anak
baru itu.
“KATRO, ke sini kamu!” ujar Cakka ketus.
“Lho, salah saya apa, Kak?” tanya cewek itu.
“Berdiri kamu, dan ikut saya!” perintah
Cakka.
Cewek itu menurut dan mengikuti Cakka keluar
dari kelompoknya.
“Kamu nggak tau cara lompat kodok, ya?” tanya
Cakka berusaha sabar begitu
berhadapan
dengan anak baru itu.
“Tau, Kak. Bahkan saya pernah melakukan
observasi khusus pada kodok-kodok
yang sering
numpang nginep di kolam ikan rumah saya.”
“Saya nggak minta kamu melucu! Kamu mau sok
jagoan, ya?” Cakka mulai
kehilangan
kesabaran.
“Saya kan cuma melakukan observasi aja, Kak.
Kok dibilang sok jagoan sih?
Emang sihs
aya kurang kerjaan. Tapi saya sama sekali nggak ada maksud untuk sok
jagoan kok.
Nah, kebetulan tadi saya disuruh lompat kodok, ya saya terapkan aja
hasil
observasi saya itu. Soalnya, menurut hasil observasi saya, kodok tuh melompat
dengan
menggunakan keempat kakinya. Kedua kaki depannya bukan ditaruh di
belakang
kepala kayak teman-teman saya. Mereka salah, Kak. Yang benar ya kedua
tangan kita
juga harus digunakan untuk melompat supaya mirip kodok. Makanya
saya
melompat seperti itu. Kan disuruhnya lompat kodok,” cewek itu menjelaskan
dengan
tampang serius.
Cakka menarik napas panjang. Dia agak
bingung. Sebenarnya nih cewek
memang
bermaksud melawan atau memang agak tulalit. Soalnya kalau dilihat dari
tampang innocent-nya, cewek ini tampaknya sama sekali
nggak ada niat untuk
memberontak.
Cakka berpikir sejenak, dan ia merasa ada baiknya kalau nih anak
aneh
langsung diserahkan aja ke Gabriel daripada dia salah mengambil keputusan.
“Kamu ikut saya!” perintah Cakka.
“Ke mana, Kak? Saya jangan diapa-apain, ya.
Nanti mama saya marah kalau
saya
melakukan hal yang berlawanan dengan agama. Lagi pula kalo boleh jujur,
saya masih
perawan kok Kak,” kata cewek itu dengan tampang memelas.
Cakka melotot memandang cewek aneh yang
berdiri di hadapannya. “Lo pikir
gue cowok
apaan?”
“Iih, Kakak... Gitu aja kok marah sih?”
Cakka benar-benar nggak tahan. Tangannya
terkepal menahan marah. Dia
langsung
berbalik lagi dan berjalan menuju pos yang ditempati Gabriel dan Rio
selaku
dewan pengadilan yang bertugas mengatur anak-anak aneh yang suka
melanggar
aturan MOS.
Si cewek aneh itu berjalan di belakang Cakka,
tetap dengan wajah tanpa dosa.
“Yell, ada pasien buat lo nih! Namanya
Katro!” ujar Cakka kesal ketika sudah
sampai di
pos Gabriel.
Cewek aneh
itu berdiri agak jauh dari tempat Gabriel, Rio, dan Cakka. Tapi
tatapan
tajamnya lurus ke arah Gabriel. Senyumnya merekah dan memperlihatkan
lesung pipi
di pipi kirinya.
“Apa kasusnya?” tanya Rio.
“Anak aneh,” jawab Cakka singkat. “Cocok
banget sama julukannya.”
Gabriel menatap cewek yang berdiri nggak jauh
dari hadapannya. Anak aneh? Apa
yang aneh
dari cewek itu? Bahkan menurut Gabriel, tampangnya oke kok. Badannya
yang tinggi
dan langsing bikin tu cewek jadi
kelihatan kece. Mukanya yang rada
oriental
mengingatkan Gabriel pada bintang film kesayangan Mama, si Yoona SNSD itu
tuh.
Gabriel yakin banget, nggak lama lagi
nih cewek pasti bakal jadi salah satu idola
sekolah.
Tampangnya innocent banget, apalagi
senyumnya itu. Tapi entah kenapa,
Gabriel
merasa wajah cewek itu mirip dengan orang yang dikenalnya. Mm... siapa ya?
“Memangnya dia bikin salah apa, Cakk, sampai
lo bilang dia anak aneh?” tanya
Gabriel
heran. “Apa atribut yang dipakainya nggak lengkap?”
“Kalau soal atribut sih gue nggak tau ya,
soalnya gue sama sekali belum
periksa,”
jelas Cakk. “Tapi yang pasti gue serahin dia ke elo karena dia... asli
banget...
orang aneh.”
“Apanya yang aneh sih?” Rio penasaran.
“Lo tanya aja sendiri,” kata Cakka. “Gue mau
balik ke pos gue.”
Rio dan Gabriel berpandangan heran. Cakka
berjalan menjauh dan kembali
bergabung
dengan timnya yang sedang berteriak-teriak ke arah anak-anak baru.
Rio menatap “cewek aneh” yang masih berdiri
di tempatnya tadi, lalu
memanggilnya,
“Heh, Katro, cepat ke sini!”
Cewek itu celingak-celinguk ke kanan dan
kiri, lalu kembali menatap Rio
sambil
menunjuk dirinya sendiri. Ia seperti hendak memastikan bahwa memang dia
yang
dipanggil Rio barusan.
“Iya, kamu. Memang kamu kira siapa lagi? Baca
dong papan nama di dada
kamu!” Rio
jadi agak sewot.
Cewek itu berjalan mendekati Rio dan Gabriel.
“Kamu tahu kenapa kamu dibawa menghadap
kami?” tanya Rio begitu
cewek itu
udah berdiri di hadapannya.
“Mm... awalnya sih saya kira kakak yang tadi
itu naksir sama saya dan punya
maksud
jelek sama saya, tapi sekarang saya sadar...,” jawab cewek itu menggantung
kalimatnya.
“Sadar apaan?” tanya Gabriel tegas.
“Saya sadar... bahwa kakak tadi ternyata
hanya ingin mengantar saya untuk
bertemu
dengan pangeran yang selama ini saya cari... yang selama ini selalu hadir
dalam
setiap mimpi-mimpi saya. Dan sekarang pangeran itu sudah berdiri tepat di
hadapan
saya,” jawab cewek itu enteng. Ia terus menatap Gabriel dengan sorot memuja.
“Terima
kasih atas pujiannya, tapi sayang
banget, saya nggak mempan sama
rayuan
gombal. Kamu harus tahu, ini bukan
tempat pelatihan buat pelawak atau
badut.
Kalau kamu mau jadi pelawak atau badut, kamu salah tempat. Kamu mesti
bilang sama
orangtua kamu untuk segera memindahkan kamu dari sekolah ini.
Sekolah ini
nggak butuh manusia konyol kayak kamu!” jelas Gabriel dengan nada pedas.
“Saya nggak pernah berminat jadi badut atau
pelawak, Kak. Saya cuma ingin
jadi...
pacar Kakak.”
“kamu kira kamu itu lucu, apa?!” bentak
Gabriel.
“Sama sekali nggak lucu, Kak, tapi ada juga
sih orang yang bilang kalau saya
lucu dan
manis,” jawab cewek itu sambil tetap tersenyum manis.
“Kalau begitu, orang-orang yang menganggap
kamu lucu itu adalah manusia-
manusia
katro kayak kamu!” maki Gabriel.
“Wah, kalau itu sih saya nggak tahu, Kak.”
“Udah, Yell... periksa perlengkapannya aja
dulu,” saran Rio.
Gabriel menarik napas lalu mengembuskannya
perlahan. Benar kata Cakka, cewek
di
hadapannya ini aneh. Gabriel juga nggak tahu apakah cowok itu bermaksud
cari-cari
masalah
atau bukan. Semua masih nggak jelas.
“Keluarin semua perlengkapan yang harus kamu
bawa hari ini!” perintah
Rio.
Cowok itu menurut. Dia mengeluarkan berbagai
macam barang dari dalam
tasnya. Rio
mulai memeriksanya satu per satu. Semuanya lengkap, nggak ada
yang
kurang.
“Tunggu dulu! Kalung apa yang kamu pakai
itu?” tanya Gabriel sambil menunjuk
kalung yang
menggantung di leher cewek itu. “Bukannya yang disuruh itu kalung
dari
jengkol?”
“Oh... begini, Kak, ceritanya. Saya udah
suruh pembantu saya beli jengkol buat
dibikin
kalung. Tapi dia salah pengertian. Dia kira saya lagi pengin makan semur
jengkol.
Jadinya jengkolnya dimasak deh sama dia. Tapi saya nggak bisa marah,
soalnya
semur jengkol buata pembantu saya itu emang enak banget. Berhubung
yang ada di rumah tinggal pete, ya udah saya bikin
aja dari pete. Gitu Kak
ceritanya.”
Rio berdiri di samping Gabriel sambil
berusaha mengulum tawa. Gaya bicara si
Katro ini
memang asli lucu. Mimik mukanya yang
innocent bikin orang yang
mendengar
ceritanya mau nggak mau jadi percaya. Tapi itu nggak berlaku buat Gabriel.
“Kamu pikir saya percaya sama cerita kamu
itu?” tanya Gabriel.
“Harus percaya, Kak, karena saya memang jujur
kok. Apa muka saya kayak
muka
penipu? Nggak, kan? Kalau mau, Kakak boleh tanya sama pembantu saya di
rumah...
atau saya suruh dia bikin semur jengkol lagi buat Kakak. Saya yakin, kalau
Kakak udah
mencicipinya sedikit saja, Kakak juga nggak akan bisa marah sama
pembantu
saya itu.”
“Saya nggak
peduli dan jangan coba-coba mempermainkan saya...! Sekarang
juga saya
minta kamu push-up tiga puluh kali!” perintah Gabriel.
“Push-up, Kak?” tanya cewek itu.
“Iya. Cepat!” bentak Gabriel. Suaranya yang
keras membuat semua mata
memandang
ke arahnya.
Cewek itu tersenyum manis lalu berkata,
“Kalau Kakak yang suruh, apa pun
akan saya
lakukan.” Dia meletakkan tasnya di tanah dan mulai mengambil posisi
push-up.
Lalu perlahan dia mulai push-up di bawah hitungan Gabriel.
@(^-^)@
“Oke,
semuanya!” perintah Ozy yang menempatkan diri di tengah aula. “Bikin
lingkaran
besar!”
Anak-anak baru itu mulai bergerak dan membuat
lingkaran sesuai perintah
senior
mereka.
“Woi, pada tau lingkaran besar nggak sih!”
bentak Alvin. “Atau masih kayak
anak TK,
bikin lingkarannya harus sambil pakai nyanyian baru ngerti?!”
“Yang di sana!” seru Rio, “bikin lingkaran
besar ya, bukan malah ngumpul
dan ngobrol
sendiri!”
Teriakan demi teriakan bergema di seluruh
aula. Seandainya saja boleh, anak-
anak kelas
satu itu pasti akan sangat berterima kasih bila diizinkan menyumpal
telinga
mereka dengan kapas. Padahal mereka udah sebisa mungkin melaksanakan
perintah
kakak-kakak senior itu dengan baik. Tapi tetap aja ada yang salah.
“Kamu yang kecil kayak tuyul!” teriak Ozy.
“Jangan malah mendem di pojok.
Nanti kalau
kamu ilang digondol jin bisa bikin repot, tau!”
Tawa anak-anak meledak.
“Siapa yang suruh ketawa!” bentak ALvin.
“Keterlaluan sekali kalian, ngetawain
teman
sendiri!”
Aula mendadak sunyi senyap. Nggak ada yang
berani bersuara apalagi ketawa.
“Oke, sekarang semuanya dengar baik-baik!”
suara Sion memecah keheningan.
“Tadi pagi
kalian telah diminta untuk mengumpulkan surat cinta dan surat benci
untuk kakak
senior kalian kepada wali kelas masing-masing....
“Tapi ada satu surat yang rasanya aneh dan
saya mau pengirim surat itu maju
ke tengah
lingkaran,” lanjut Sion. “Ashilla Zahrantiara dari kelas 1 D.”
Cewek yang namanya disebut itu
celingak-celinguk nggak jelas. Dan setelah
tubuhnya
didorong oleh teman-temannya, dia pun maju ke tengah lingkaran.
“Kamu yang namanya Ashilla Zahrantiara?”
tanya Cakka begitu Shilla sudah berdiri di
hadapannya.
“Iya, Kak,” jawab cewek itu sambil
cengengesan dan garuk-garuk kepala.
“Kenapa kamu garuk-garuk kepala?” tanya Ozy
ketus. “Ketombean, atau
memang kamu
keturunan monyet?”
Weits, kasar!
“Ih, Kakak kok ngomongnya gitu sih?” jawab
Shilla. “Saya kan cuma sedikit
salting
karena harus berdiri di tengah-tengah orang banyak gini. Kesannya kayak
lagi jumpa
fans gitu deh. Mmm... Kakak mau minta tanda tangan saya?”
Anak-anak kembali tertawa.
“Diam semuanya!” bentak Sion.
Ruangan kembali hening.
Cakka maju mendekati Shilla. “Lo mau ngelawan
ya?!”
Shilla menggeleng sambil tersenyum.
Rio buru-buru menarik Cakka. Dia nggak mau
sampai terjadi keributan.
“Sabar, Ka,
dia emang rada aneh. Cocok sama nama julukannya: Katro. Tadi dia
habis kena hukuman
push-up lagi dari Gabriel. Tapi
kelihatannya dia nggak berniat
melawan
kok.”
Cakka menurut meski dengan setengah hati.
Kali ini giliran Alvin yang maju dan
mendekati Shilla dengan sepucuk surat di
tangannya.
“Dengar baik-baik, AShilla Zahrantiara!” seru
Alvin. “Kamu diperintahkan untuk
menulis
surat cinta dan surat benci. Tapi kenapa yang kamu kumpulkan cuma satu
surat
doang?”
“Ooo... itu karena di dalamnya udah lengkap
terdapat ungkapan cinta dan
ungkapan
benci untuk pangeran yang telah menawan hati saya.”
“Oke kalau begitu,” kata Alvin. “Sekarang saya
minta kamu bacakan surat yang
udah kamu
tulis ini dengan suara lantang.”
Semua pengurus OSIS yang berkumpul di tengah
lingkaran bertepuk tangan
dan
berteriak riuh. Cuma Gabriel yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan
dada dan
tampangnya manyun luar biasa.
“Tapi, Kak, surat ini nggak bisa saya
bacakan,” sahut Shilla.
“Kenapa?” Alvin bertanya. “Kamu malu?”
“Bukan, Kak,” jawab Shilla. “Tapi surat ini
harus dinyanyikan.”
“Dinyanyikan?” Alvin jadi heran.
Shilla mengangguk. “Karena surat ini adalah
lagu cinta ciptaan saya sendiri. Jadi akan menjadi lebih indah dan bermakna
apabila dinyanyikan.”
“Kalau begitu ya nyanyikan aja,” celetuk Ozy.
“Mmm... boleh nggak kalau saya menyanyikannya
sambil memetik gitar itu?” Shilla meminta izin sambil menunjuk ke arah gitar
yang ada di sebelah Sion.
Gitar milik Gabriel itu memang berada di
situ. Biasanya sih digunakan jam istirahat MOS atau setelah rapat osis untuk
menghilangkan rasa lelah.
“Boleh aja kalau kamu memang bisa,” jawab
Ozy.
Shilla
tersenyum lalu berjalan mendekati Gitar
itu. Dia duduk dan mulai memetik senar-senar gitar milik Gabriel itu.
Beberapa anggota OSIS berjalan mendekat dan
memasang mikrofon di dekat
gitar.
Mereka juga memberikan mikrofon kecil yang kemudian dipasang di kerah
baju Shilla
agar suara Shilla dapat terdengar ke seluruh sudut aula.
“Tes... tes... satu dua tiga...,” Shilla
mencoba mikrofonnya. “Oke, lagu sederhana
ini saya
persembahkan kepada seorang cowok yang telah membuat saya jatuh cinta.
Gabriel
Stevent Demanik alias Iyell.”
Tepuk tangan memenuhi aula. Ada yang
berteriak, ada yang bersiul, bahkan
ada yang
melompat-lompat nggak jelas.
Gabriel merengut kesal. Dia beranjak hendak
meninggalkan aula, tapi teman-
temannya
langsung mencegat langkahnya. Gabriel pun mengurungkan niatnya. Dia
cuma bisa
berdiri diam dengan tampang jutek. Jelas banget niat teman-temannya
pengin
ngerjain dia. Soalnya, di antara surat-surat yang diterima wali kelas satu,
cuma ada
satu surat cinta yang ditujukan untuk Gabriel. Ya surat dari Shilla ini.
Selebihnya
Gabriel
cuma menerima setumpuk surat benci.
Selama MOS berlangsung, Gabriel menjadi
senior yang paling ditakuti. Dia nggak
terlalu
suka ngomel atau ngebentak-bentak, tapi kalau udah bersuara nyeremin
banget. Dia
juga yang paling tega ngasih hukuman
lari sepuluh kali keliling
lapangan.
Kalau ngomong pedesnya minta ampun. Dan sorot matanya itu lho, tajam
banget.
Nggak ada satu pun junior yang nggak disiplin bisa lolos dari cengkeraman
Gabriel.
Bagi Gabriel, nggak ada tuh yang namanya kompromi. Senior lain sih ada juga
yang
galak, tapi
nggak ada yang semenakutkan Iyel.
Nada-nada yang mengalun dari piano membuat
semua orang terdiam. Shilla
memainkan
jemarinya di senar gitar sambil tersenyum menatap Iyel. Iyel buang
muka. Tapi
Shilla tetap menatapnya, melantunkan lagu cinta
dari bibirnya.
Bieb tau
gak sih tiap malam aku memikirkanmu
Jadi
pacarmu hal yang paling indah dalam hidupku
Bieb tau
gak sih tiap malam aku merindukanmu
Rasa
cintamu selalu jadi tanya dalam hatiku
Jangan
cintai aku seperti bintang
Yang hanya
bersinar di malam hari
Cintai aku
seperti sungai
Mengalir
untukmu selamanya
Jangan
cintai aku seperti bunga
Yang
berhenti mekar kala musim berganti
Cintai aku
seperti udara membuatku hidup selamanya
Bieb tau
gak sih tiap malam aku memikirkanmu
Jadi
pacarmu hal yang paling indah dalam hidupku
Bieb tau
gak sih tidurku tak pernah nyenyak karenamu
Rasa
cintaku ingin selalu ku buktikan padamu
Karena
cintaku takkan seperti bintang
Yang hanya
bersinar di malam hari
Karena
cintaku seperti sungai
Mengalir
untukmu selamanya
Karena
cintaku takkan seperti bunga
Yang
berhenti mekar kala musim berganti
Karena
cintaku seperti udara membuatmu hidup selamanya
Jangan
cintai aku seperti bintang
Yang hanya
bersinar di malam hari
hu
u...Mengalir untukmu selamanya
Jangan
cintai aku seperti bunga
Yang
berhenti mekar kala musim berganti
Cintai aku
seperti udara membuatku hidup selamanya
cinta..
mengalir untukmu slamanya..
yg berhenti
mekar kala musim berganti
cintai aku
seperti udara
membuatku
hidup selamanya..
Tepuk tangan membahana di seluruh sudut aula.
Sorakan riuh rendah menutup
pertunjukan
singkat Shilla. Shilla berdiri dan berjala sambil
tersenyum
lebar dia membungkukkan badannya berulang kali layaknya selebriti
yang habis
ngadain konser. Ia melambaikan tangannya dan meniupkan ciuman ke
sekelilingnya.
Gelak tawa, sorakan, siulan, dan tepuk tangan terus mengalir.
“Diam semuanya!” bentakan Iyel yang tiba-tiba
membuat seisi aula mendadak
hening.
Anak-anak terdiam karena kaget.
Ozy mendekati Iyel lalu berbisik heran,
“Kenapa sih, Yeli?”
Iyel nggak menjawab. Dia malah berjalan
mendekati Shilla yang masih berdiri di
sisi gitar
yang dia tegakkan di sebelahnya sambil tersenyum.
“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Iyel
sinis.
“Karena Kakak ganteng,” Shilla langsung
menjawab tanpa ragu.
Suit... suit...! Siulan terdengar dari arah
anak-anak kelas satu yang sedang
berdiri.
“Siapa yang bersiul?” tanya Iyel dengan suara
keras dan tegas. Matanya melotot
ke arah
asal suara.
Hening. Nggak ada yang berani ngaku.
Iyel kembali menatap Shilla yang masih
berdiri dan tersenyum di depannya.
“Apa lagu itu kamu ciptakan buat saya?” kali
ini suara Iyel terdengar lebih
halus.
Shilla mengangguk. “Iya, lagu itu saya
ciptakan khusus untuk Kakak.”
“Kalau begitu saya sarankan, jangan pernah
kamu menyanyikan lagu itu di
sekolah
ini,” kata Iyel dengan nada mengancam. “Lebih baik kamu nyanyi di bus
kota aja,
itung-itung bisa dapat uang saku ekstra. Karena kalau kamu berani
menyanyikan
lagu itu di sekolah ini lagi, saya tidak akan memberikan kamu uang
recehan,
tapi air comberan!”
“Kok gitu
sih, Kak?” tanya Shilla. “Padahal Anang Hermansyah pernah memuji suara
saya loh
waktu saya ikut audisi Indonesian Idol 2014. Katanya suara saya khas dan
unik.
Teknik falseto saya juga top. Tapi sayangnya, waktu itu saya mundur gara-gara
takut Regina merasa tersaingi deh saya. Maklumlah, saya ini orangnya suka nggak
enakan.”
Tawa kembali meledak. Para senior alias
anggota OSIS berusaha sebisa mungkin
mengulum
tawa. Bagaimanapun Iyel kan ketua mereka. Kalau mereka ikut tertawa,
itu sama
aja mereka ngetawain Iyel.
Iyel benar-benar keki. Kalau saat ini bukan
acara MOS, Iyel yakin tinjunya sudah
bersarang
di wajah cewek jayus ini.
“Semua diam!” bentak Iyel kesal. “Dan kamu...
kembali ke kelompok kamu!”
Kayaknya, cewek satu ini akan benar-benar
mengusik kehidupan Iyel.
==TBC TO PART 2 ==
0 komentar on "Pacarku Juniorku Versi Idola Cilik Part 1"
Posting Komentar