Minggu, 15 Juni 2014

Gallery Photo Achmad Fauzy Adriansyah (Ozy Idola Cilik 3)

Diposting oleh Unknown di 6/15/2014 07:15:00 PM 0 komentar






Gimana??? KECE kan.. Iyalah ,, pacar aku gitu ...wkwkwk #KABUUURRRRR.Segini aja ya aku upload photonya bang Ozek #Upzzzzzz,,siap-siap kabur nih... Maksud aku tuh Bang Ozy yang kuece parah ne... Next time aku tambah lagi deh ...

Pacarku Juniorku Versi Idola Cilik Part 1

Diposting oleh Unknown di 6/15/2014 05:56:00 PM 0 komentar

Hay readers khususnya ICILOVERS,kali ini aku posting cerbung Pacarku Juniorku versinya ICIL nih. Kalau mau yang versi aslinya karya Mbak Valeria Verawati klik link #ini ...
Yaudah deh ,, ga usah kebanyakan babibu ... 
Cekidothhh.
 ^
 ^
 ^
^
Rio berdiri di samping Gabriel sambil menyisir rambutnya yang berdiri kayak
duri landak dengan jari-jarinya.
  “Yel, pokoknya kalo anak-anak baru itu udah pada datang, lo mesti ngeluarin
seluruh kemampuan lo buat bikin mereka takut,” ujarnya bak perwira yang sedang
memerintah anak buahnya.
  “Iya, gue tahu,” respons Gabriel singkat. Cowok bersuara merdu itu berdiri tegak
sambil celingak-celinguk memerhatikan gerbang sekolah.
  Udara pagi itu masih terasa agak lembap. Jalanan masih basah bekas diguyur
hujan subuh tadi. Tapi beberapa anak yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra
Sekolah SMA Idola Bangsa udah pada kumpul di sekolah sejak jam 06.00 dengan
semangat 2014. Nggak ada seorang pun yang pasang tampang lemas. Apalagi Gabriel Stevent Demanik, yang lebih beken dengan panggilan “Iyel” (padahal itu nama kecilnya loh!),
cowok bersuara merdu berambut cepak yang udah hampir setahun ini memegang jabatan
ketua OSIS. Dia udah tiba di sekolah sejak jam 05.30, waktu hujan masih dengan
riangnya menyiram tanah pertiwi dan gerbang sekolah belum dibuka oleh Pak
Kosim, si penjaga sekolah.
  Hari ini adalah hari pertama MOS (Masa Orientasi Siswa) buat anak-anak kelas
1 yang untuk pertama kali mengenakan seragam putih abu-abunya. MOS ini
sebenarnya diciptakan untuk mengakrabkan para guru dengan siswa baru, kakak-
kakak kelas dengan junior-juniornya, juga sarana untuk memperkenalkan siswa
baru pada lingkungan sekolah dan program-program sekolah. Tapi bagi beberapa
anggota OSIS, terkadang MOS disalahgunakan. Di balik tujuan baik
penyelenggaraan MOS ini sering kali ada maksud terselubung, yaitu balas dendam.
  Sudah menjadi tradisi turun-temurun bahwa selama MOS yang diadakan tiga
hari ini,  para anggota OSIS punya  wewenang untuk “mengatur” adik-adik kelas
mereka yang baru. Katanya sih biar para siswa baru itu punya mental kuat untuk
menghadapi kerasnya dunia SMA kelak, juga biar mereka bisa menanggalkan sifat
manja yang masih mereka bawa dari lingkungan SMP. Tapi sebenarnya tetap saja
balas dendam menjadi tujuan utama para senior ini. Apalagi buat yang sudah di kelas 3, MOS kali ini kan merupakan MOS terakhir buat mereka. Kapan
lagi punya kesempatan bentak-bentak dan ngerjain orang tanpa perlu takut dibalas?
  “Eh, Yo, anak-anak udah pada siap di posisi masing-masing?” tanya Iyel.
  Rio menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Lo tenang aja, semua udah
stand by di tempat masing-masing.”
  Iyel manggut-manggut. Kepalanya masih sibuk bergerak dan matanya terus
memantau gerbang sekolah tanpa berkedip.
  “Itu mangsa kita udah datang!” seru Iyel senang. Bibirnya merekah
memperlihatkan gigi yang nangkring di gusinya.
  “Mana... mana...?” Rio maju beberapa langkah sambil melihat ke arah
gerbang sekolah. “Iya... benar. Mereka udah datang.”
  “Siapa aja yang bertugas menjaga gerbang dan memeriksa kelengkapan atribut
anak-anak baru itu?” tanya Gabriel.
  “Mmm... Ozy, Cakka,Alvin... sama satu lagi... si Sion."
  Gabriel tersenyum puas. Empat orang yang baru saja disebut Rio adalah anak
buah kesayangannya. Soalnya selain bertampang sangar, mereka juga tegas,
bermulut pedas, dan pantang disogok. Gabriel yakin lima orang itu akan melaksanakan
tugas mereka dengan sangat baik.

@(^-^)@

“Woi,  jalannya lelet banget sih? Keturunan siput semua, ya?!” Ozy meneriaki
segerombolan anak yang berjalan kaki ke arah gerbang sekolah.
  Penampilan anak-anak itu terlihat sangat unik. Mereka memakai topi yang
terbuat dari batok kelapa yang dibelah menjadi dua dengan warna yang berbeda-
beda.  Di atas batok kelapa itu ditempeli bulu-bulu ayam yang disusun berjajar
sehingga membentuk kipas. Selain itu mereka juga mengenakan kalung dari jengkol
dan pada kalung itu digantung karton putih yang bertuliskan nama julukan mereka.
Buat siswa perempuan, rambut mereka dikucir kecil-kecil dan diikat pita berwarna
senada dengan topi mereka.  Tas yang menggantung di punggung terbuat dari
sarung bantal yang nggak tahu gimana caranya bisa disulap jadi ransel. Benar-benar
pemandangan yang begitu menarik perhatian. Lucu banget!
  “Woi, anak siput! Kalau dalam hitungan ketiga kalian belum juga sampai di
hadapan saya, saya suruh kalian lompat kodok dari situ!” ancam Cakka.
  “Satu...!” Cakka mulai menghitung.
  Gerombolan anak-anak itu bergegas berlari menuju kakak-kakak kelas mereka
dengan wajah ketakutan.
  “Tiga...! Cepat lompat kodok semuanya!” bentak Cakka.
Para siswa baru itu pada bengong. Perasaan tadi baru hitungan kesatu, kok
sekarang udah tiga. Duanya dikemanain? Bukannya tetap berlari, mereka malah
berhenti dan pasang tampang blo‟on.
  “Kalian ngerti lompat kodok nggak sih? Cepat lompat kodok dari situ!” Sion
ikut bentak-bentak.
  Suara dan tampang Sion yang nyeremin bikin anak-anak baru itu langsung
jongkok dan mulai melompat kayak kodok. Mereka meletakkan kedua  tangan di
belakang kepala dan mulai melompat dengan kedua kaki.
  “Semuanya lompat sambil ikutin nyanyian saya ya! Harus yang keras!” perintah
Alvin yang berdiri di depan barisan anak-anak yang mulai melompat.
  Alvin memimpin barisan sambil bernyanyi, “Kodok ngorek kodok ngorek... ngorek di
pinggir kali. Teot tet blung teot tet blung... teot teot tet blung.”
  Anak-anak yang melompat di belakangnya ikut bernyanyi mengikuti Alvin.
Warga yang tinggal di sekitar gedung sekolah serentak keluar dari rumah masing-
masing karena mendengar keramaian yang terasa sangat aneh. Para pengguna jalan
juga berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan itu. Sebagian besar dari
mereka tersenyum dan berusaha mengulum tawa, tapi ada juga sekelompok ibu-ibu
yang mengumpat karena merasa kegiatan ini konyol dan nggak ada gunanya.
  Namun apa mau dikata, ini kan tradisi turun-temurun. Lagi pula tradisi ini,
walaupun kelihatannya agak kejam, nggak pernah sampai menimbulkan korban
jiwa kok. Malah biasanya membawa keuntungan tersendiri. Misalnya, pernah ada
orangtua murid yang datang ke sekolah untuk berterima kasih, karena anak mereka
yang pemalu dan pendiam, setelah digojlok lewat program MOS selama tiga hari,
anak itu malah bisa lebih terbuka dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang
baru.
  Dan efek positif yang lain, selesai MOS, anak-anak baru bisa langsung akrab
dengan kakak kelas. Malah terkadang ada yang terlibat cinlok alias cinta lokasi.
Makanya sampai sekarang, di saat tradisi MOS mulai dihapus di beberapa sekolah,
SMA Idola Bangsa tetap mempertahankannya.
  “Nyanyinya yang keras dong! Mana suaranya!” bentak Ozy. “Yang udah
sampai di hadapan kakak yang rambutnya jabrik itu langsung berdiri dan buat
barisan.”
  Sion, yang tahu bahwa dirinyalah yang dimaksud Ozy, langsung mengambil
posisi dan mengatur beberapa anak yang sudah sampai di hadapannya.
  “Kalian yang baru datang, langsung lompat kodok dan ikutan nyanyi!” seru
Sion kepada sekelompok anak yang baru saja tiba.
  “Hei! Kamu ngapain lompat kayak gitu?” tegur Cakka dengan mata melotot ke
arah seorang cewekk yang sedang asyik melompat dengan kedua tangan terjulur ke
depan, bukan di belakang kepala.
  “Saya, Kak?” tanya cewek itu dengan tampang heran.
“Iya, kamu!” Cakka membaca karton nama yang menggantung di leher anak
baru itu. “KATRO, ke sini kamu!” ujar Cakka ketus.
  “Lho, salah saya apa, Kak?” tanya cewek itu.
  “Berdiri kamu, dan ikut saya!” perintah Cakka.
  Cewek itu menurut dan mengikuti Cakka keluar dari kelompoknya.
  “Kamu nggak tau cara lompat kodok, ya?” tanya Cakka berusaha sabar begitu
berhadapan dengan anak baru itu.
  “Tau, Kak. Bahkan saya pernah melakukan observasi khusus pada kodok-kodok
yang sering numpang nginep di kolam ikan rumah saya.”
  “Saya nggak minta kamu melucu! Kamu mau sok jagoan, ya?” Cakka mulai
kehilangan kesabaran.
  “Saya kan cuma melakukan observasi aja, Kak. Kok dibilang sok jagoan sih?
Emang sihs aya kurang kerjaan. Tapi saya sama sekali nggak ada maksud untuk sok
jagoan kok. Nah, kebetulan tadi saya disuruh lompat kodok, ya saya terapkan  aja
hasil observasi saya itu. Soalnya, menurut hasil observasi saya, kodok tuh melompat
dengan menggunakan keempat kakinya. Kedua kaki depannya bukan ditaruh di
belakang kepala kayak teman-teman saya. Mereka salah, Kak. Yang benar ya kedua
tangan kita juga harus digunakan untuk melompat supaya mirip kodok. Makanya
saya melompat seperti itu. Kan disuruhnya lompat kodok,” cewek itu menjelaskan
dengan tampang serius.
  Cakka menarik napas panjang. Dia agak bingung. Sebenarnya nih cewek
memang bermaksud melawan atau memang agak tulalit. Soalnya kalau dilihat dari
tampang  innocent-nya, cewek ini tampaknya sama sekali nggak ada niat untuk
memberontak. Cakka berpikir sejenak, dan ia merasa ada baiknya kalau nih anak
aneh langsung diserahkan aja ke Gabriel daripada dia salah mengambil keputusan.
  “Kamu ikut saya!” perintah Cakka.
  “Ke mana, Kak? Saya jangan diapa-apain, ya. Nanti mama saya marah kalau
saya melakukan hal yang berlawanan dengan agama. Lagi pula kalo boleh jujur,
saya masih perawan kok Kak,” kata cewek itu dengan tampang memelas.
  Cakka melotot memandang cewek aneh yang berdiri di hadapannya. “Lo pikir
gue cowok apaan?”
  “Iih, Kakak... Gitu aja kok marah sih?”
  Cakka benar-benar nggak tahan. Tangannya terkepal menahan marah. Dia
langsung berbalik lagi dan berjalan menuju pos yang ditempati Gabriel dan Rio
selaku dewan pengadilan yang bertugas mengatur anak-anak aneh yang suka
melanggar aturan MOS.
  Si cewek aneh itu berjalan di belakang Cakka, tetap dengan wajah tanpa dosa.
  “Yell, ada pasien buat lo nih! Namanya Katro!” ujar Cakka kesal ketika sudah
sampai di pos Gabriel.
Cewek aneh itu berdiri agak jauh dari tempat Gabriel, Rio, dan Cakka. Tapi
tatapan tajamnya lurus ke arah Gabriel. Senyumnya merekah dan memperlihatkan
lesung pipi di pipi kirinya.
  “Apa kasusnya?” tanya Rio.
  “Anak aneh,” jawab Cakka singkat. “Cocok banget sama julukannya.”
  Gabriel menatap cewek yang berdiri nggak jauh dari hadapannya. Anak aneh? Apa
yang aneh dari cewek itu? Bahkan menurut Gabriel, tampangnya oke kok. Badannya
yang tinggi dan  langsing bikin tu cewek jadi kelihatan kece. Mukanya yang rada
oriental mengingatkan Gabriel pada bintang film kesayangan Mama, si Yoona SNSD itu
tuh. Gabriel yakin banget, nggak lama  lagi nih cewek pasti bakal jadi salah satu idola
sekolah. Tampangnya  innocent banget, apalagi senyumnya itu. Tapi entah kenapa,
Gabriel merasa wajah cewek itu mirip dengan orang yang dikenalnya. Mm... siapa ya?
  “Memangnya dia bikin salah apa, Cakk, sampai lo bilang dia anak aneh?” tanya
Gabriel heran. “Apa atribut yang dipakainya nggak lengkap?”
  “Kalau soal atribut sih gue nggak tau ya, soalnya gue sama sekali belum
periksa,” jelas Cakk. “Tapi yang pasti gue serahin dia ke elo karena dia... asli
banget... orang aneh.”
  “Apanya yang aneh sih?” Rio penasaran.
  “Lo tanya aja sendiri,” kata Cakka. “Gue mau balik ke pos gue.”
  Rio dan Gabriel berpandangan heran. Cakka berjalan menjauh dan kembali
bergabung dengan timnya yang sedang berteriak-teriak ke arah anak-anak baru.
  Rio menatap “cewek aneh” yang masih berdiri di tempatnya tadi, lalu
memanggilnya, “Heh, Katro, cepat ke sini!”
  Cewek itu celingak-celinguk ke kanan dan kiri, lalu kembali menatap Rio
sambil menunjuk dirinya sendiri. Ia seperti hendak memastikan bahwa memang dia
yang dipanggil Rio barusan.
  “Iya, kamu. Memang kamu kira siapa lagi? Baca dong papan nama di dada
kamu!” Rio jadi agak sewot.
  Cewek itu berjalan mendekati Rio dan Gabriel.
  “Kamu tahu kenapa kamu dibawa menghadap kami?” tanya Rio begitu
cewek itu udah berdiri di hadapannya.
  “Mm... awalnya sih saya kira kakak yang tadi itu naksir sama saya dan punya
maksud jelek sama saya, tapi sekarang saya sadar...,” jawab cewek itu menggantung
kalimatnya.
  “Sadar apaan?” tanya Gabriel tegas.
  “Saya sadar... bahwa kakak tadi ternyata hanya ingin mengantar saya untuk
bertemu dengan pangeran yang selama ini saya cari... yang selama ini selalu hadir
dalam setiap mimpi-mimpi saya. Dan sekarang pangeran itu sudah berdiri tepat di
hadapan saya,” jawab cewek itu enteng. Ia terus menatap Gabriel dengan sorot memuja.
“Terima kasih atas  pujiannya, tapi sayang banget, saya nggak mempan sama
rayuan gombal. Kamu   harus tahu, ini bukan tempat pelatihan buat pelawak atau
badut. Kalau kamu mau jadi pelawak atau badut, kamu salah tempat. Kamu mesti
bilang sama orangtua kamu untuk segera memindahkan kamu dari sekolah ini.
Sekolah ini nggak butuh manusia konyol kayak kamu!” jelas Gabriel dengan nada pedas.
  “Saya nggak pernah berminat jadi badut atau pelawak, Kak. Saya cuma ingin
jadi... pacar Kakak.”
  “kamu kira kamu itu lucu, apa?!” bentak Gabriel.
  “Sama sekali nggak lucu, Kak, tapi ada juga sih orang yang bilang kalau saya
lucu dan manis,” jawab cewek itu sambil tetap tersenyum manis.
  “Kalau begitu, orang-orang yang menganggap kamu lucu itu adalah manusia-
manusia katro kayak kamu!” maki Gabriel.
  “Wah, kalau itu sih saya nggak tahu, Kak.”
  “Udah, Yell... periksa perlengkapannya aja dulu,” saran Rio.
  Gabriel menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Benar kata Cakka, cewek
di hadapannya ini aneh. Gabriel juga nggak tahu apakah cowok itu bermaksud cari-cari
masalah atau bukan. Semua masih nggak jelas.
  “Keluarin semua perlengkapan yang harus kamu bawa hari ini!” perintah
Rio.
  Cowok itu menurut. Dia mengeluarkan berbagai macam barang dari dalam
tasnya. Rio mulai memeriksanya satu per satu. Semuanya lengkap, nggak ada
yang kurang.
  “Tunggu dulu! Kalung apa yang kamu pakai itu?” tanya Gabriel sambil menunjuk
kalung yang menggantung di leher cewek itu. “Bukannya yang disuruh itu kalung
dari jengkol?”
  “Oh... begini, Kak, ceritanya. Saya udah suruh pembantu saya beli jengkol buat
dibikin kalung. Tapi dia salah pengertian. Dia kira saya lagi pengin makan semur
jengkol. Jadinya jengkolnya dimasak deh sama dia. Tapi saya nggak bisa marah,
soalnya semur jengkol buata pembantu saya itu emang enak banget. Berhubung
yang  ada di rumah tinggal pete, ya udah saya bikin aja dari pete. Gitu Kak
ceritanya.”
  Rio berdiri di samping Gabriel sambil berusaha mengulum tawa. Gaya bicara si
Katro ini memang asli lucu. Mimik mukanya yang  innocent  bikin orang yang
mendengar ceritanya mau nggak mau jadi percaya. Tapi itu nggak berlaku buat Gabriel.
  “Kamu pikir saya percaya sama cerita kamu itu?” tanya Gabriel.
  “Harus percaya, Kak, karena saya memang jujur kok. Apa muka saya kayak
muka penipu? Nggak, kan? Kalau mau, Kakak boleh tanya sama pembantu saya di
rumah... atau saya suruh dia bikin semur jengkol lagi buat Kakak. Saya yakin, kalau
Kakak udah mencicipinya sedikit saja, Kakak juga nggak akan bisa marah sama
pembantu saya itu.”
“Saya nggak peduli dan jangan coba-coba mempermainkan saya...! Sekarang
juga saya minta kamu push-up tiga puluh kali!” perintah Gabriel.
  “Push-up, Kak?” tanya cewek itu.
  “Iya. Cepat!” bentak Gabriel. Suaranya yang keras membuat semua mata
memandang ke arahnya.
  Cewek itu tersenyum manis lalu berkata, “Kalau Kakak yang suruh, apa pun
akan saya lakukan.” Dia meletakkan tasnya di tanah dan mulai mengambil posisi
push-up. Lalu perlahan dia mulai push-up di bawah hitungan Gabriel.

@(^-^)@

“Oke, semuanya!” perintah Ozy yang menempatkan diri di tengah aula. “Bikin
lingkaran besar!”
  Anak-anak baru itu mulai bergerak dan membuat lingkaran sesuai perintah
senior mereka.
  “Woi, pada tau lingkaran besar nggak sih!” bentak Alvin. “Atau masih kayak
anak TK, bikin lingkarannya harus sambil pakai nyanyian baru ngerti?!”
  “Yang di sana!” seru Rio, “bikin lingkaran besar ya, bukan malah ngumpul
dan ngobrol sendiri!”
  Teriakan demi teriakan bergema di seluruh aula. Seandainya saja boleh, anak-
anak kelas satu itu pasti akan sangat berterima kasih bila diizinkan menyumpal
telinga mereka dengan kapas. Padahal mereka udah sebisa mungkin melaksanakan
perintah kakak-kakak senior itu dengan baik. Tapi tetap aja ada yang salah.
  “Kamu yang kecil kayak tuyul!” teriak Ozy. “Jangan malah mendem di pojok.
Nanti kalau kamu ilang digondol jin bisa bikin repot, tau!”
  Tawa anak-anak meledak.
  “Siapa yang suruh ketawa!” bentak ALvin. “Keterlaluan sekali kalian, ngetawain
teman sendiri!”
  Aula mendadak sunyi senyap. Nggak ada yang berani bersuara apalagi ketawa.
  “Oke, sekarang semuanya dengar baik-baik!” suara Sion memecah keheningan.
“Tadi pagi kalian telah diminta untuk mengumpulkan surat cinta dan surat benci
untuk kakak senior kalian kepada wali kelas masing-masing....
  “Tapi ada satu surat yang rasanya aneh dan saya mau pengirim surat itu maju
ke tengah lingkaran,” lanjut Sion. “Ashilla Zahrantiara dari kelas 1 D.”
  Cewek yang namanya disebut itu celingak-celinguk nggak jelas. Dan setelah
tubuhnya didorong oleh teman-temannya, dia pun maju ke tengah lingkaran.
  “Kamu yang namanya Ashilla Zahrantiara?” tanya Cakka begitu Shilla sudah berdiri di
hadapannya.
  “Iya, Kak,” jawab cewek itu sambil cengengesan dan garuk-garuk kepala.
 “Kenapa kamu garuk-garuk kepala?” tanya Ozy ketus. “Ketombean, atau
memang kamu keturunan monyet?”
  Weits, kasar!
  “Ih, Kakak kok ngomongnya gitu sih?” jawab Shilla. “Saya kan cuma sedikit
salting karena harus berdiri di tengah-tengah orang banyak gini. Kesannya kayak
lagi jumpa fans gitu deh. Mmm... Kakak mau minta tanda tangan saya?”
  Anak-anak kembali tertawa.
  “Diam semuanya!” bentak Sion.
  Ruangan kembali hening.
  Cakka maju mendekati Shilla. “Lo mau ngelawan ya?!”
  Shilla menggeleng sambil tersenyum.
  Rio buru-buru menarik Cakka. Dia nggak mau sampai terjadi keributan.
“Sabar, Ka, dia emang rada aneh. Cocok sama nama julukannya: Katro. Tadi dia
habis  kena hukuman  push-up  lagi dari Gabriel. Tapi kelihatannya dia nggak berniat
melawan kok.”
  Cakka menurut meski dengan setengah hati.
  Kali ini giliran Alvin yang maju dan mendekati Shilla dengan sepucuk surat di
tangannya.
  “Dengar baik-baik, AShilla Zahrantiara!” seru Alvin. “Kamu diperintahkan untuk
menulis surat cinta dan surat benci. Tapi kenapa yang kamu kumpulkan cuma satu
surat doang?”
  “Ooo... itu karena di dalamnya udah lengkap terdapat ungkapan cinta dan
ungkapan benci untuk pangeran yang telah menawan hati saya.”
  “Oke kalau begitu,” kata Alvin. “Sekarang saya minta kamu bacakan surat yang
udah kamu tulis ini dengan suara lantang.”
  Semua pengurus OSIS yang berkumpul di tengah lingkaran bertepuk tangan
dan berteriak riuh. Cuma Gabriel yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan
dada dan tampangnya manyun luar biasa.
  “Tapi, Kak, surat ini nggak bisa saya bacakan,” sahut Shilla.
  “Kenapa?” Alvin bertanya. “Kamu malu?”
  “Bukan, Kak,” jawab Shilla. “Tapi surat ini harus dinyanyikan.”
  “Dinyanyikan?” Alvin jadi heran.
  Shilla mengangguk. “Karena surat ini adalah lagu cinta ciptaan saya sendiri. Jadi akan menjadi lebih indah dan bermakna apabila dinyanyikan.”
  “Kalau begitu ya nyanyikan aja,” celetuk Ozy.
  “Mmm... boleh nggak kalau saya menyanyikannya sambil memetik gitar itu?” Shilla meminta izin sambil menunjuk ke arah gitar yang ada di sebelah Sion.
  Gitar milik Gabriel itu memang berada di situ. Biasanya sih digunakan jam istirahat MOS atau setelah rapat osis untuk menghilangkan rasa lelah.
  “Boleh aja kalau kamu memang bisa,” jawab Ozy.
Shilla tersenyum lalu berjalan  mendekati Gitar itu. Dia duduk dan mulai memetik senar-senar gitar milik Gabriel itu.
  Beberapa anggota OSIS berjalan mendekat dan memasang mikrofon di dekat
gitar. Mereka juga memberikan mikrofon kecil yang kemudian dipasang di kerah
baju Shilla agar suara Shilla dapat terdengar ke seluruh sudut aula.
  “Tes... tes... satu dua tiga...,” Shilla mencoba mikrofonnya. “Oke, lagu sederhana
ini saya persembahkan kepada seorang cowok yang telah membuat saya jatuh cinta.
Gabriel Stevent Demanik alias Iyell.”
  Tepuk tangan memenuhi aula. Ada yang berteriak, ada yang bersiul, bahkan
ada yang melompat-lompat nggak jelas.
  Gabriel merengut kesal. Dia beranjak hendak meninggalkan aula, tapi teman-
temannya langsung mencegat langkahnya. Gabriel pun mengurungkan niatnya. Dia
cuma bisa berdiri diam dengan tampang jutek. Jelas banget niat teman-temannya
pengin ngerjain dia. Soalnya, di antara surat-surat yang diterima wali kelas satu,
cuma ada satu surat cinta yang ditujukan untuk Gabriel. Ya surat dari Shilla ini. Selebihnya
Gabriel cuma menerima setumpuk surat benci.
  Selama MOS berlangsung, Gabriel menjadi senior yang paling ditakuti. Dia nggak
terlalu suka ngomel atau ngebentak-bentak, tapi kalau udah bersuara nyeremin
banget. Dia juga yang paling tega ngasih hukuman  lari sepuluh kali keliling
lapangan. Kalau ngomong pedesnya minta ampun. Dan sorot matanya itu lho, tajam
banget. Nggak ada satu pun junior yang nggak disiplin bisa lolos dari cengkeraman
Gabriel. Bagi Gabriel, nggak ada tuh yang namanya kompromi. Senior lain sih ada juga yang
galak, tapi nggak ada yang semenakutkan Iyel.
  Nada-nada yang mengalun dari piano membuat semua orang terdiam. Shilla
memainkan jemarinya di senar gitar sambil tersenyum menatap Iyel. Iyel buang
muka. Tapi Shilla tetap menatapnya, melantunkan lagu cinta  dari bibirnya.

Bieb tau gak sih tiap malam aku memikirkanmu
Jadi pacarmu hal yang paling indah dalam hidupku
Bieb tau gak sih tiap malam aku merindukanmu
Rasa cintamu selalu jadi tanya dalam hatiku

Jangan cintai aku seperti bintang
Yang hanya bersinar di malam hari
Cintai aku seperti sungai
Mengalir untukmu selamanya
Jangan cintai aku seperti bunga
Yang berhenti mekar kala musim berganti
Cintai aku seperti udara membuatku hidup selamanya

Bieb tau gak sih tiap malam aku memikirkanmu
Jadi pacarmu hal yang paling indah dalam hidupku
Bieb tau gak sih tidurku tak pernah nyenyak karenamu
Rasa cintaku ingin selalu ku buktikan padamu

Karena cintaku takkan seperti bintang
Yang hanya bersinar di malam hari
Karena cintaku seperti sungai
Mengalir untukmu selamanya
Karena cintaku takkan seperti bunga
Yang berhenti mekar kala musim berganti
Karena cintaku seperti udara membuatmu hidup selamanya

Jangan cintai aku seperti bintang
Yang hanya bersinar di malam hari
hu u...Mengalir untukmu selamanya
Jangan cintai aku seperti bunga
Yang berhenti mekar kala musim berganti
Cintai aku seperti udara membuatku hidup selamanya

cinta.. mengalir untukmu slamanya..
yg berhenti mekar kala musim berganti
cintai aku seperti udara
membuatku hidup selamanya..

 Tepuk tangan membahana di seluruh sudut aula. Sorakan riuh rendah menutup
pertunjukan singkat Shilla. Shilla berdiri dan berjala sambil
tersenyum lebar dia membungkukkan badannya berulang kali layaknya selebriti
yang habis ngadain konser. Ia melambaikan tangannya dan meniupkan ciuman ke
sekelilingnya. Gelak tawa, sorakan, siulan, dan tepuk tangan terus mengalir.
  “Diam semuanya!” bentakan Iyel yang tiba-tiba membuat seisi aula mendadak
hening. Anak-anak terdiam karena kaget.
  Ozy mendekati Iyel lalu berbisik heran, “Kenapa sih, Yeli?”
  Iyel nggak menjawab. Dia malah berjalan mendekati Shilla yang masih berdiri di
sisi gitar yang dia tegakkan di sebelahnya sambil tersenyum.
  “Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Iyel sinis.
  “Karena Kakak ganteng,” Shilla langsung menjawab tanpa ragu.
  Suit... suit...! Siulan terdengar dari arah anak-anak kelas satu yang sedang
berdiri.
  “Siapa yang bersiul?” tanya Iyel dengan suara keras dan tegas. Matanya melotot
ke arah asal suara.
  Hening. Nggak ada yang berani ngaku.
  Iyel kembali menatap Shilla yang masih berdiri dan tersenyum di depannya.
  “Apa lagu itu kamu ciptakan buat saya?” kali ini suara Iyel terdengar lebih
halus.
  Shilla mengangguk. “Iya, lagu itu saya ciptakan khusus untuk Kakak.”
  “Kalau begitu saya sarankan, jangan pernah kamu menyanyikan lagu itu di
sekolah ini,” kata Iyel dengan nada mengancam. “Lebih baik kamu nyanyi di bus
kota aja, itung-itung bisa dapat uang saku ekstra. Karena kalau kamu berani
menyanyikan lagu itu di sekolah ini lagi, saya tidak akan memberikan kamu uang
recehan, tapi air comberan!”
  “Kok gitu  sih, Kak?” tanya Shilla. “Padahal Anang Hermansyah pernah memuji suara
saya loh waktu saya ikut audisi Indonesian Idol 2014. Katanya suara saya khas dan
unik. Teknik falseto saya juga top. Tapi sayangnya, waktu itu saya mundur gara-gara takut Regina merasa tersaingi deh saya. Maklumlah, saya ini orangnya suka nggak enakan.”
  Tawa kembali meledak. Para senior alias anggota OSIS berusaha sebisa mungkin
mengulum tawa. Bagaimanapun Iyel kan ketua mereka. Kalau mereka ikut tertawa,
itu sama aja mereka ngetawain Iyel.
  Iyel benar-benar keki. Kalau saat ini bukan acara MOS, Iyel yakin tinjunya sudah
bersarang di wajah cewek jayus ini.
  “Semua diam!” bentak Iyel kesal. “Dan kamu... kembali ke kelompok kamu!”
  Kayaknya, cewek satu ini akan benar-benar mengusik kehidupan Iyel.


==TBC TO PART 2 ==
 

DUNIA IDOLA CILIK Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Provided By Free Blogger Templates | Freethemes4all.com

Free Website templatesSEO Web Design Agencyfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates